Kebijakan Keselamatan Pasien di Pelayanan Kesehatan
Mungkin sudah Anda tahu bahwa Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Untuk mengatasi hal ini, di Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatikan keselamatan pasien di rumah sakit.
Kebijakan yang Mendukung Keselamatan Pasien
1. Pasal 43 UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit- Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
- Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
- Rumah Sakit melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
- Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
- Assessment risiko
- Identifikasi dan pengelolaan yang terkait risiko pasien
- Pelaporan dan analisis insiden
- Kemampuan belajar dari insiden
- Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan risiko
2. Kebijakan Departemen Kesehatan tentang keselamatan pasien rumah sakit
- Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.
- Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
- Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
- Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.
3. Kebijakan keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:
- Rumah Sakit wajib melaksanakan sistem keselamatan pasien.
- Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien.
- Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
- Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui program akreditasi rumah sakit.
Keselamatan Pasien Dalam Perspektif Hukum Kesehatan
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut: UU Tentang Kesehatan dan UU Tentang Rumah Sakit1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
- Pasal 53 (3) UU No.36/2009 “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
- Pasal 32n UU No.44/2009 “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit."
- Pasal 58 UU No.36/2009
- “Setiap orang berhak menuntut Ganti Rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
- “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
- Pasal 29b UU No.44/2009 ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
- Pasal 46 UU No.44/2009 “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di Rumah Sakit.”
- Pasal 45 (2) UU No.44/2009 “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. “
4. Hak Pasien
- Pasal 32d UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
- Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
- Pasal 32j UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
- Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
- Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
- Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
- Rumah Sakit melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
- Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
- Assessment risiko
- Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
- Pelaporan dan analisis insiden
- Kemampuan belajar dari insiden
- Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan risiko
6. Kewajiban dan Hak Rumah Sakit
a. Berdasarkan Undang – Undang RI no. 44 tahun 2009, rumah sakit memiliki kewajiban sebagai berikut:
- Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat.
- Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
- Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya.
- Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya.
- Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin.
- Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
- Membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.
- Menyelenggarakan rekam medik.
- Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak– anak, lanjut usia.
- Melaksanakan sistem rujukan.
- Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.
- Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien.
- Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
- Melaksanakan etika rumah sakit.
- Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
- Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.
- Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
- Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws).
- Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas.
- Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawan tanpa rokok.
Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dijalankan secara baik, maka rumah sakit akan mendapatkan konsekuensi berupa:
- Teguran lisan
- Teguran tertulis
- Denda dan pencabutan izin rumah sakit
b. Dalam Undang-undang ini juga diatur beberapa hal yang menjadi hak rumah sakit (Pasal 30 UU No. 44 Tahun 2009) sebagai berikut :
- Menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi rumah sakit.
- Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan.
- Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit pendidikan
Hal-Hal yang Berkaitan dengan Kebijakan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: Artinya kesalahan medis The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi profilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk keselamatan obat sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatikan keselamatan pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.